Saturday, May 23, 2009

Penyu, Pelaut Purba


Suatu hari di penghujung musim panas 1961, seorang ahli biologi bernama Sherman Bleakney menerima panggilan telepon yang memberitahukan tentang seekor makhluk laut aneh yang baru saja diturunkan nelayan di dermaga Halifax, Nova Scotia. Bleakney yang tinggal tak jauh dari lokasi tersebut terperangah oleh apa yang dia temui di sana. Seekor penyu hitam raksasa seberat 400 kilogram tergeletak terlentang di tengah-tengah kerumunan orang yang penasaran. Penyu itu punya karapaks yang halus dan lentur, sirip depannya seperti sayap, dan kepala besarnya yang berbentuk kerucut tampak seperti peluru meriam.

Suatu hari di penghujung musim panas 1961, seorang ahli biologi bernama Sherman Bleakney menerima panggilan telepon yang memberitahukan tentang seekor makhluk laut aneh yang baru saja diturunkan nelayan di dermaga Halifax, Nova Scotia. Bleakney yang tinggal tak jauh dari lokasi tersebut terperangah oleh apa yang dia temui di sana. Seekor penyu hitam raksasa seberat 400 kilogram tergeletak terlentang di tengah-tengah kerumunan orang yang penasaran. Penyu itu punya karapaks yang halus dan lentur, sirip depannya seperti sayap, dan kepala besarnya yang berbentuk kerucut tampak seperti peluru meriam.

Musim semi telah tiba di Pantai Matura, daerah pantai berpasir dengan barisan pohon palem sepanjang sepuluh kilometer yang tergerus ombak di pesisir timur Trinidad. Pada siang hari, pantai tersebut terlihat seakan telah dilalui oleh kendaraan transportasi pasir raksasa. Jalur-jalur berbentuk V terbalik, selebar satu setengah meter, saling berjalinan di atas pasir, terputus oleh lubang-lubang dangkal seukuran sebuah mobil. Ketika malam tiba, penggali-penggali tanah yang sesungguhnya mulai bermunculan. Mereka bergerak tanpa suara derungan mesin namun dengan bunyi bisikan pasir, Terdengarlah dentum tubuh-tubuh yang mengangkat tubuh untuk maju senti demi senti, desahan, dan geraman dari upaya keras. Penyu belimbing tengah bersarang.

Hitam dan berkilat di bawah pancaran sinar bulan, Setiap penyu betina menyeret tubuhnya keluar dari ombak, sirip depannya mencakar pasir tatkala si betina menarik tubuhnya, lalu berlabuh untuk mulai menggali. Dengan menggunakan sirip belakangnya sebagai sekop, si betina berhasil menggali sebuah lubang; ketika sudah tak lagi bisa menggali lebih dalam, si betina mulai menelurkan butiran-butiran berkilau sebesar bola biliar yang muncul setiap beberapa detik. Begitu si betina punya tempat yang aman bagi 80-an butir telur, induk belimbing itu pun menimbuni sarang, menyapukan sirip depannya untuk meratakan tempat tersebut. Lalu, si induk menyeret tubuhnya menjauh satu atau dua meter lalu membuat sejumlah bentuk kupu-kupu pasir raksasa—sarang-sarang tipuan yang berfungsi untuk membingungkan pemangsa. Setelah dua atau tiga jam di pantai dan tenggorokannya memerah akibat bekerja keras, induk itu pun kembali ke laut.

Penyu belimbing sudah bersarang di Pantai Matura sepanjang ingatan manusia, bahkan pada tahun-tahun gelap 1970-an dan 1980-an ketika pantai berbau menyengat akibat bangkai penyu-penyu yang dibantai membusuk di bawah terik matahari dan pasir dipenuhi lubang yang digali oleh pencuri telur. Saat ini penyu dapat bersarang tanpa diganggu, wilayah reptilia tersebut dijaga oleh patroli Nature Seekers, sebuah kelompok konservasi lokal. Jumlah penyu telah melonjak, dari beberapa ratus sarang setiap tahun pada dekade lalu menjadi sekitar 3.000.

Pada praktiknya, kini penyu menyerbu pantai-pantai Trinidad. Tahun lalu di Grande Riviere, sebuah pantai yang panjangnya bahkan tidak sampai satu kilometer, sebanyak 500 penyu belimbing setiap malam berlomba mendapatkan tempat bersarang, demikian padatnya sehingga penyu-penyu itu saling menggali sarang, memberi rezeki nomplok kepadai burung-burung pemangsa dan anjing-anjing liar. Di berbagai wilayah lainnya di pulau tersebut, para penyu telah mulai membangun koloninya di pantai-pantai yang sedianya masih kosong beberapa tahun yang lalu. Jika dihitung secara keseluruhan, Eckert memperkirakan, 8.000 penyu belimbing mengunjungi Trinidad untuk bersarang tahun lalu.

Jumlah tersebut sangat mencengangkan, mengingat bahaya-bahaya yang dihadapi penyu di lepas pantai. Musim bersarang penyu belimbing juga bersamaan dengan masa ketika ratusan nelayan di Trinidad timur laut memasang berlembar-lembar tirai jaring beberapa kilometer dari pantai dan berharap memperoleh banyak ikan makarel atau tenggiri. Alih-alih, mereka semakin sering menangkap penyu seberat 450 kilogram.

Para nelayan tidak bersuka cita atas keadaan tersebut, sama halnya dengan Eckert dan rekan-rekannya.

Di dermaga nelayan di pelabuhan kecil bernama Toco, Shazam Mohammed terlihat kurus kering, bertelanjang dada, dan geram. Ia menunjuk tumpukan jaring penangkap ikan berwarna hijau yang kusut dan sobek-sobek. “Semua jaring tersebut telah dipotong-potong,” katanya—dipotong untuk melepaskan penyu-penyu belimbing yang terjaring semalam sebelumnya. “Jika kami dapat menghasilkan 200 dolar Trinidad [kurang lebih Rp270.000], kami harus mengeluarkan 500 dolar untuk memperbaiki jaring-jaring tersebut.” Dapat disimpulkan bahwa penyu-penyu tersebut juga tidak mengalami keberuntungan. “Penyu-penyu belimbing sial. Saya tidak akan membuang waktu untuk menyelamatkan mereka—jika seekor terjaring, akan saya hancurkan dia.”

Eckert dan para koleganya dari NOAA Fisheries Service yang berharap dapat menemukan solusi agar penyu belimbing yang bertelur dapat hidup berdampingan dengan nelayan pesisir telah bekerjasama dengan masyarakat lokal untuk menguji jaring yang dimodifikasi supaya mengurangi jumlah penyu yang terjerat. Sementara itu, semakin banyak nelayan yang berupaya mencari sumber penghasilan lain pada musim penyu bertelur. Walau demikian, Eckert dan pihak-pihak lainnya memperkirakan, sekurangnya 1.000 penyu belimbing mati setiap tahun di perairan Trinidad, tenggelam dalam belitan jaring atau terpotong- potong oleh nelayan yang putus asa ketika mencoba melepaskannya.

Namun pasang naik jumlah penyu belimbing yang bertelur terus berlangsung, tidak hanya di Trinidad tetapi di seputar Karibia—di St. Croix, di sepanjang pesisir utara Amerika Selatan, bahkan di Florida.

Upaya menghentikan pembantaian di pantai-pantai tempat bertelur seperti yang sudah dilakukan oleh Nature Seekers dan organisasi lainnya seharusnya telah ikut membantu meningkatnya populasi, kata Eckert. “Namun saya ragu untuk mengatakan bahwa terdapat kaitan langsung antara upaya konservasi dengan peningkatan jumlah yang tengah kita saksikan saat ini.” Menurutnya, telalu dini untuk menyimpulkan bahwa manfaat terbesar dari berbagai patroli pantai—menyelamatkan telur-telur dari diambil dan dijual—telah menunjukkan hasilnya. Tidak ada yang bisa memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi penyu belimbing untuk tumbuh dewasa. Namun penelitian terbaru yang didasarkan pada lapisan pertumbuhan pada tulang-tulang kecil yang mengelilingi pupil mata penyu belimbing mengindikasikan bahwa proses tersebut dapat memakan waktu hingga 30 tahun yang berarti tukik-tukik yang diselamatkan kurun beberapa tahun terakhir tidak mungkin berkontribusi terhadap peningkatan jumlah penyu yang mendarat di pantai. Ribuan kilometer dari pasir hangat Trinidad, sebuah kondisi lainnya tampak positif bagi penyu-penyu belimbing Atlantik.

Penyu belimbing diciptakan untuk berkelana. Di pantai, binatang itu terlihat seperti salah tempat, seperti kapal selam di galangan kering, tetapi di dalam air “mereka adalah makhluk teranggun yang pernah Anda saksikan,” kata Scott Eckert. “Inilah salah satu binatang dengan desain hidrodinamis terbaik di planet ini. Kemungkinan mereka mampu berenang semudah beristirahat.”

Berbeda dengan cangkang masif dan kedodoran yang dimiliki penyu laut lainnya, karapaks penyu belimbing yang fleksibel dan pas di tubuh tampak nyaris mulus menyatu dengan leher tebal dan bahunya yang berotot. Tujuh tonjolan garis tumbuh memanjang di cangkang—mungkin sebuah bentuk adaptasi untuk memuluskan dan mengarahkan arus air. Kepala penyu belimbing berfungsi layaknya lunas depan kapal; karapaksnya lonjong ke belakang menyerupai bentuk tetes air mata.

Penyu belimbing mampu mendorong dirinya dengan efisiensi yang tidak dapat ditandingi oleh penyu laut manapun. Semua penyu laut dapat melayang di air dengan mengepakkan sirip-siripnya secara vertikal, membangkitkan daya tolak pada kepakan atas maupun bawah. Namun jika spesies lain terkadang mengubah gerakan mendayungnya menjadi kurang efisien, sang penyu belimbing menggunakan sirip panjangnya secara eksklusif sebagai sayap. “Proses tersebut hampir seutuhnya merupakan penerbangan bawah air,” kata Jeanette Wyneken, yang telah menganalisis cara berenang penyubelimbing melalui video berkecepatan tinggi.

Kini, bukti tentang migrasi penyu belimbing tidaklah datang dari dahan dan teritip yang mampu mengisahkan sejarah penyu-penyu itu hampir setengah abad silam, tetapi datang dari pemancar satelit yang dipasang pada penyu di pantai tempat bertelur atau di laut. Satelit telah melacak perjalanan satwa-satwa itu melintasi panjang dan lebarnya Atlantik Utara, dari Karibia naik ke Kanada dan menyeberang ke kepulauan Canary dan Laut Irlandia. Di Pasifik, penyu yang dipasangi alat pendeteksi satelit melakukan penyeberangan terjauh: 10.500 kilometer antara pantai tempat bertelur di Papua dan perairan pesisir Oregon dan Kalifornia.

Perjalanan yang dilakukan kerap membawa penyu belimbing ke perairan dengan suhu di bawah 15 derajat Celsius, perairan yang lebih ramah bagi paus dan anjing laut dibandingkan penyu. Namun, penyu jenis ini mampu mengabaikan rasa dingin. Peganglah bahu gempal seekor penyu belimbing dan kehangatan yang lemah tetapi jelas bukan khas reptilia bakal terasa—produk dari sesuatu yang disebut gigantothermy, sekumpulan fitur yang bisa membuat penyu belimbing beberapa derajat lebih hangat dibandingkan air tempat mereka berenang. Sesuai istilahnya, gigantothermy mengindikasikan peranan utama massa: binatang besar secara alamiah mampu menyimpan panas. Dengan menaruh penyu seberat 450 kilogram di dalam es dengan berat yang sama (ya, ini adalah percobaan sungguhan, dan binatang tersebut mampu pulih dengan cepat), para peneliti menemukan bahwa aliran darah yang mengalir ke dan dari permukaan sirip akan berhenti dalam tempo yang berdekatan, dan itu membuat panas tetap ada di pusat tubuh. Lapisan lemak yang tebal juga turut membantu. Penyu-penyu belimbing memiliki fitur terbaik dari dua dunia: metabolisme reptil yang hemat dan lambat namun memiliki kemampuan untuk berfungsi dengan baik—berenang, makan, mencerna—dalam air bersuhu dingin, salah satu lokasi dengan konsentrasi populasi ubur-ubur yang paling padat.

Beberapa dekade setelah Sherman Bleakney meninggalkan penyu belimbing demi siput laut, seorang ilmuwan muda bernama Mike James melanjutkan jejak yang ditinggalkannya. Di desa-desa nelayan terpencil yang tersebar di seluruh Nova Scotia, James memperkenalkan diri dan memasang poster bergambar penyu belimbing dan nomor telepon bebas pulsa. Dalam poster ada pertanyaan, “Apakah Anda pernah melihat penyu ini?” dalam huruf-huruf yang besar. Pada tahun pertama, 1998, para nelayan yang tersebar di propinsi tersebut menelepon dan melaporkan 200 penampakan.

Musim panas berikutnya, James mendatangi pelabuhan kecil Neil’s Harbour di Pulau Cape Breton di ujung utara Nova Scotia dan mengetuk pintu rumah Bert Fricker. Bert berasal dari keluarga nelayan, tetapi jumlah tangkapan ikan cod telah anjlok pada awal 1990-an. Biasanya, ia menghabiskan akhir musim panas dengan memburu ikan setuhuk, tetapi ikan dengan pedang di moncongnya itu juga menghilang; ikan seberat 278 kilogram yang berhasil dia seruit sebulan yang lalu ternyata merupakan tangkapan terakhir yang didapatkan oleh siapa pun di Neil’s Harbour. Oleh karena itu, Bert Fricker dan saudara lelakinya Blair punya waktu luang bagi pemuda berhasrat besar yang membawa jaring-simpai rakitan raksasa di atap mobilnya dan datang dengan sebuah permintaan: Bawalah saya dengan perahumu untuk menangkap seekor penyu belimbing, hidup-hidup. “Kami pikir dia sedang bercanda,” kata Bert, “namun kedengarannya menarik.”

Sejak saat itu, dengan bekerja setiap musim panas dan awal musim gugur bersama Bert dan Blair menggunakan kedua perahu mereka, James dan para koleganya dari Canadian Sea Turtle Network di Halifax telah menangkap dan melepaskan beberapa ratus penyu belimbing. Ketika mereka menaikkan seekor penyu ke atas kapal, salah satu yang pertama mereka lakukan adalah memeriksa ada tidaknya pening—potongan logam yang dijepitkan pada salah satu sirip belakang atau sebuah mikrochip yang dimasukkan peneliti di dalam bahu penyu saat berada di pantai tempatnya bertelur yang jauh. Dalam jangka waktu beberapa tahun, mereka telah berhasil mencatat demikian banyak penyu dari berbagai negara anggota PBB—bagian utara Amerika Selatan, Amerika Tengah, kepulauan Karibia termasuk Trinidad, dan Florida. “Kami tengah berada di kawasan tempat berkumpulnya penyu-penyu dari bagian barat Atlantik,” kata James.

Penyu-penyu belimbing melakukan perjalanan panjang dan bertahan di tengah air yang menggigit untuk satu alasan: makan. Bahkan dari atas kapal, terlihat jelas bahwa penyu-penyu tersebut sibuk dengan makanannya. Ketika Bert atau Blair melihat seekor penyu—seraya mengamati hamparan abu-abu laut, biasanya merekalah yang pertama kali melihat gelombang besar yang dihasilkan oleh sebuah cangkang atau bentukan kepala yang hitam—seringkali tentakel-tentakel merah muda ubur-ubur tampak menyembul dari mulutnya dan kepalanya pun didongakkan ke belakang untuk menelan. Sambil mendekatkan kapal ke penyu itu, mereka menengkurapkan tubuh ke luar kapal sambil memegang perangkat peralatan kecil yang memiliki dasar mangkok penghisap dan menekannya ke punggung si belimbing. Selama beberapa jam berikutnya, alat tersebut melacak si penyu saat melihat-lihat di dalam taman yang penuh ubur-ubur di bawah gelombang.

Ubur-ubur adalah jenis pakan yang kurang lengkap— sebuah perhitungan memperkirakan bahwa ubur-ubur mengandung kurang dari dua persen kalori dari yang dimiliki ikan. Oleh karena itu walau metabolismenya sangat hemat dan cara berenangnya juga efisien, penyu belimbing tetap harus makan ubur-ubur dalam jumlah yang besar. Tahun lalu, dengan sebuah kamera video yang dipasang ke dalam perangkat peralatan penghisap, James berhasil mengintip skala kerakusan penyu. Pada rekaman yang berlangsung di kedalaman 18 meteran, sejumlah penyu terlihat melahap ubur-ubur satu demi satu, dalam sekejap mengubah setiap makhluk bergelembung itu menjadi kabut sampah. Dalam waktu tiga jam, seekor penyu belimbing melahap 69 ubur-ubur—satu spesies yang dikenal sebagai rambut singa (lion’s mane), seukuran tutup tempat sampah dengan berat empat kilogram atau lebih. Mudah untuk mempercayai bahwa seekor penyu seberat 450 kilogram memakan ubur-ubur dalam jumlah sebanyak berat badannya sendiri dalam satu hari.

Memang, ada ubur-ubur di perairan itu pada zamannya Sherman Bleakney. Namun para ilmuwan penasaran bagaimana penyu belimbing Atlantik dapat tumbuh pesat melawan kondisi saat itu yang menyulitkan, katakanlah mungkin saja dibandingkan lautan yang lebih kaya sekarang. Mungkin perubahan iklim telah mengubah dinamika di Atlantik Utara, menghasilkan nutrisi ekstra yang mendorong perkembangan pesat ubur-ubur. Atau mungkin penangkapan ikan secara berlebihan memicu pergeseran ekosistem: para sesepuh mengatakan bahwa penyu-penyu belimbing mulai berdatangan dalam jumlah besar pada waktu usaha penangkapan ikan di Neil’s Harbour bangkrut hampir 20 tahun lalu. Ketika ikan cod, haddock, dan setuhuk mulai berkurang, kepiting salju dan lobster berkembang pesat, menjadi jaring penyelamat yang baru bagi kota kecil tersebut. Belum ada yang melacak perkembangan populasi ubur-ubur, tetapi James memperkirakan bahwa jumlahnya pasti telah berlipatganda seiring dengan perkembangan kerang-kerangan. “Tiba-tiba saja apa yang terlihat adalah ekosistem yang didominasi oleh ubur-ubur. Penyu tidaklah bodoh. Karena itu jumlahnya sekarang jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya.” Kedua skenario tersebut mengandung ironi yang sama. Aktivitas manusia—yang telah demikian merusak lautan dan sebagian besar makhluk di dalamnya—pada kenyataannya mungkin mendorong perkembangan penyu belimbing Atlantik.

Namun sebelum terlanjur merayakan kemenangan alam, perlu kiranya mengingat kembali apa yang telah terjadi di Pasifik timur. Di kawasan itu, segala kecenderungan tampaknya mengalir melawan penyu: para pencuri telur dan pengembang properti di pantai-pantai, jaring hanyut dan pancing rawai di laut, dan bahkan lautan itu sendiri. Bertelur di pantai barat Meksiko dan Amerika Tengah, penyu belimbing Pasifik timur bermigrasi ke selatan, menyeberangi garis khatulistiwa, mencari makan di perairan kaya nutrisi yang dialirkan dari kedalaman perairan Chile dan Peru. Namun setiap beberapa tahun sekali, saat terjadi El Nino, arus air berubah, arus naik (upwelling) berhenti, dan wilayah Pasifik ekuatorial seolah berubah menjadi gurun pasir. Pada masing-masing tahun terjadinya fenomena ini di lepas pantai Amerika Selatan yang menyebabkan musim bertelur menjadi sedikit pada musim dingin berikutnya, para peneliti menemukan hanya segelintir penyu yang naik ke pantai. Padahal biasanya mereka bisa melihat seratus ekor atau lebih. Pada tahun-tahun yang lebih baik sekalipun, penyu-penyu belimbing di Pasifik timur telah memperlihatkan dampak dari langkanya pangan: rata-rata panjang penyu itu lebih pendek beberapa sentimeter dibandingkan penyu dari samudra yang lain, bertelur lebih jarang, dan telurnya lebih sedikit.

Belakangan ini, El Nino menjadi semakin ganas, mungkin akibat efek pemanasan rumah kaca, walau siklus alaminya yang selama satu dekade di Pasifik turut berperan. Apapun penyebabnya, menipisnya makanan sepertinya membuat populasi penyu belimbing di Pasifik timur menjadi lebih rentan terhadap tekanan para pencuri telur dan nelayan. Kini, penyu di daerah itu juga tinggal selangkah dari kepunahan.

Padahal 25 tahun silam, populasi penyu belimbing Pasifik timur mungkin merupakan yang terbesar di planet ini. Di Meksiko saja, pantai-pantai yang kini hampir kosong mungkin pernah menjadi tempat bagi 75.000 betina yang bertelur setiap tahunnya. Penurunan drastis tersebut memperingatkan, betapa cepatnya dampak aktivitas manusia terhadap lautan dapat terjadi dan seberapa tak terduganya bentuk kombinasinya dengan faktor-faktor alam. Di Atlantik, ekosistem mungkin dapat berubah lagi, kali ini merugikan para penyu; penangkapan ikan yang baru dapat menghasilkan korban lagi; atau faktor tak terduga lainnya dapat menghancurkan kemajuan yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir.

Di pantai-pantai tempat bertelur yang ramai, terkadang Anda dapat menyaksikan penyu-penyu belimbing betina bertabrakan—salah satunya berkeras hendak bertelur; yang satunya lagi, tujuannya sudah terpenuhi, menuju ke laut. Tidak satu pun yang mengalah memberi jalan. Masing-masing mendorong maju mengikuti kebutuhan primordialnya, hingga akhirnya kekuatan otot menyudahi perselisihan tersebut dan keduanya bergesekan untuk lewat. Melihat pertandingan tersebut, Anda pun dapat merasakan semangat hidup yang dimiliki penyu belimbing dalam melewati setiap rintangan selama 100 juta tahun. Rentang waktu tersebut telah menjadi saksi jatuhnya asteroid raksasa dari langit, lembaran es tumbuh dan ambruk, dan tak terkira banyaknya makluk yang lain berkembang dan punah. Namun penyu belimbing tetap mengarungi samudra dan merayapi pantai untuk bertelur. Dalam jangka panjang—satu-satunya yang pantas bagi makhluk sepurba ini—manusia mungkin hanyalah sekadar satu rintangan tambahan.

0 comments:

Post a Comment

Form

Contact form - Powered by Mail-Maniac
Your name
Your emailaddress
Comments
Submit a file

This form is powered by the Mail-Maniac form mailer