Tak lama selepas pukul 9 malam pada 18 Juni 2004, begitu keremangan senja menghilang dari Observatorium Nasional Kitt Peak di Arizona, David Tholen memindai asteroid-asteroid di titik buta astronomis: tepat di dalam orbit Bumi, di mana kilau Mentari bisa membanjiri teleskop. Tholen, astronom dari University of Hawaii, tahu bahwa benda-benda yang bersembunyi di sana sewaktu-waktu bisa melenceng ke Bumi. Dia mengikutsertakan Roy Tucker, seorang insinyur sekaligus teman, serta Fabrizio Bernardi, kolega muda di Hawaii, untuk membantu. Saat mereka menatap komputer, tiga foto dari bidang langit yang sama, yang dibuat tiap beberapa menit sekali muncul berurutan di monitor. "Ini dia yang ditunggu-tunggu," kata Tucker, menunjuk segumpal pixel putih yang posisinya berubah dari satu citra hingga citra yang lain.
Tak lama selepas pukul 9 malam pada 18 Juni 2004, begitu keremangan senja menghilang dari Observatorium Nasional Kitt Peak di Arizona, David Tholen memindai asteroid-asteroid di titik buta astronomis: tepat di dalam orbit Bumi, di mana kilau Mentari bisa membanjiri teleskop. Tholen, astronom dari University of Hawaii, tahu bahwa benda-benda yang bersembunyi di sana sewaktu-waktu bisa melenceng ke Bumi. Dia mengikutsertakan Roy Tucker, seorang insinyur sekaligus teman, serta Fabrizio Bernardi, kolega muda di Hawaii, untuk membantu. Saat mereka menatap komputer, tiga foto dari bidang langit yang sama, yang dibuat tiap beberapa menit sekali muncul berurutan di monitor. "Ini dia yang ditunggu-tunggu," kata Tucker, menunjuk segumpal pixel putih yang posisinya berubah dari satu citra hingga citra yang lain.
Pada ulang tahun ke-100 Tunguska, adalah menggelisahkan untuk mencatat bahwa benda-benda seukuran itu jatuh ke Bumi tiap sekitar beberapa abad sekali. Saat hantaman meteor yang mengakibatkan malapetaka terjadi lagi, hal itu mungkin akan terjadi dengan tiba-tiba. Sebagian besar benda berukuran agak kecil yang mampu menghapus sebuah kota dari peta tersebut belum tampak di layar radar kita. "Ketidaktahuan adalah berkah, dalam artian jika Anda tidak tahu akan benda-benda ini, Anda bisa menjalani hidup dengan tenang," kata Lu. Namun pada dekade mendatang, berbagai survei angkasa seperti yang dilakukan Tholen semestinya mulai mengisi ketidaktahuan tersebut, mendata asteroid hingga dalam jumlah ribuan. "Tiap beberapa pekan," kata Lu, "kami akan menemukan asteroid yang lain yang dapat menghantam Bumi dalam satu per 1.000 kemungkinan."
Tujuan survei bukan hanya meramal tanggal dan waktu dari sebuah bencana yang mungkin terjadi. Tujuannya adalah untuk mencegah malapetaka jauh-jauh hari. Lewat peringatan selama tahunan atau puluhan tahun, sebuah pesawat ruang angkasa dengan menggunakan gaya grafitasi mininya mungkin dapat menggeser arah sebuah asteroid yang mengancam. Untuk benda yang perlu dibelokkan lebih banyak, pesawat ruang angkasa kamikaze atau bom nuklir mungkin bisa digunakan. Berbagai dilema yang sulit menggelayuti misi ruang angkasa ini. Bagaimana pemerintah akan bertindak? "Ini adalah jenis masalah yang belum siap dihadapi dunia," kata fisikawan David Dearborn, penganjur serangan nuklir terhadap asteroid yang datang. Dua fakta yang jelas: Entah dalam 10 atau 500 tahun, sebuah tabrakan dengan Bumi pasti terjadi. Yang membesarkan hati, untuk pertama kalinya kita punya cara dalam mencegah bencana alam berskala raksasa.
Tiap hari, lusinan ton kepingan dari angkasa luar debu dari komet, serpihan kecil asteroid terbakar di atmosfer lapisan atas Bumi, meninggalkan jejak-jejak meteor yang benderang di malam hari. Biasanya, sebongkah dua bongkah batu atau logam, seukuran kepalan tangan atau lebih, tidak benar-benar habis terbakar saat terjun di atmosfer. Namun demikian, kemungkinan menyaksikan sebuah meteorit menghantam permukaan tanah, apalagi kejadian tertimpa meteorit, amat sangat kecil. Hanya satu meteorit yang diketahui menimpa orang. Sekitar pukul 1 siang tanggal 30 November 1954, sebuah meteorit jatuh merobek atap rumah yang berseberangan jalan dengan sebuah teater Drive-in bernama Comet, di dekat kota kecil Sylacauga Alabama. Batu yang kurang lebih seukuran bola softball itu terpental dari radio kabinet (console radio) dan mengenai Ann Hodges saat ia tertidur di sofa, membuat pinggul kiri dan pergelangannya memar. Ia pun dirawat di rumah sakit agar pulih dari goncangan.
Sejak itu, terjadi beberapa kali peristiwa spektakuler, asteroid dan meteor melintas begitu dekat dengan Bumi. Pada 10 Agustus 1972, sebuah objek dengan lebar sekitar 4,5 meter dan berbobot 150 ton meluncur di atmosfer lapisan luar. Ratusan saksi mata melihat guratan bercahaya, berkilau di senja yang terang saat benda itu melintasi langit dari Utah ke Alberta sebelum kembali mendesing ke ruang angkasa. Pada 22 Maret 1989, sebuah batu dengan lebar 305 meter mendekat hingga beberapa ratus ribu kilometer dari Bumi benar-benar nyaris jadi bencana.
Erosi serta vegetasi telah menghapus sebagian besar parut Bumi akibat tumbukan di masa lalu geologi. Mungkin yang paling terjaga kondisinya berada sekitar setengah jam ke arah timur Flagstaff, Arizona. Pada suatu pagi di akhir musim gugur, Carolyn Shoemaker dan aku melaju di jalan raya Interstate 40 dan berkelok-kelok melewati gurun bersemak belukar menuju ke tanggul rendah yang menjadi tanda sebuah bibir kawah. Lima puluh ribu tahun lalu, ini adalah dataran berhutan yang didiami mamut, sloth (binatang mirip kungkang) tanah raksasa, serta satwa Zaman Es lainnya. Shoemaker yang merupakan pakar asteroid dari Observatorium Lowell di Flagstaff membayangkan saat-saat ketika langit runtuh. "Tiba-tiba, ada cahaya yang amat kemilau," katanya. Dalam sekejap, massa besi-nikel yang teramat panas, 45 meter lebarnya dengan berat 300.000 ton, tercabik-cabik di batuan sedimen Coconino, menyempalkan bongkahan-bongkahan batu dan besi meleleh hingga berkilo-kilometer. Empasan angin yang lebih kuat dari tornado manapun di Bumi menyapu lanskap tersebut.
Kini, yang tersisa dari bencana alam tersebut adalah sebuah jurang selebar 1,2 kilometer dengan dalam 228 meter dan di tepinya ditumbuhi semak teh Mormon. Di peralihan abad ke-20, seorang insinyur bernama Daniel Moreau Barringer yakin bahwa sebuah meteorit besi raksasa tergeletak di bawah kawah tersebut dan dia mendapatkan hak menambang kawasan itu. Namun setelah beberapa galian terowongan tidak mengungkap apapun, banyak geolog terkemuka menyimpulkan bahwa sebuah ledakan vulkanik, bukan meteorit, yang membentuk kawah tersebut. Suami Carolyn, Gene, menjadikan kawah meteor sebagai salah satu landmark Amerika paling dikenal. Di akhir 1950-an, ia memetakan batu yang hancur di sekeliling kawah dan menunjukkan kesamaan-kesamaannya dengan kawah Teapot Ess di Nevada yang terbentuk oleh sebuah percobaan nuklir.
Data milik Barringer menunjukkan bahwa dirinya benar: Sebuah meteoritlah yang membentuk kawah tersebut, meski sebagian besar besinya telah meleleh jadi butiran-butiran kecil. Beberapa terowongan Barringer masih dapat dilihat dari bibir kawah, juga sebuah potongan karton yang menggambarkan astronaut melambaikan tangan dalam ukuran yang sesungguhnya—untuk menghormati NASA yang pernah menggunakan kawah tersebut sebagai lokasi latihan. Beberapa pengunjung berbisik dan menunjuk Carolyn, dan seorang pria memberanikan diri mendekat dan meminta tanda tangannya. Carolyn pantas menjadi terkenal. Ia menemukan sebuah komet yang pada tahun 1994 dengan jelas menunjukkan ancaman kosmis yang kita hadapi.
Tahun 1980, anak-anak mereka tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah, Gene mengusulkan agar Carolyn memulai karir sebagai pemburu komet. "Aku tipe orang pagi," katanya. "Seumur hidup aku belum pernah begadang semalam suntuk. Aku tak tak tahu apa bisa melakukannya." Namun ia mencoba untuk menjadi pemburu asteroid. Gene punya akses ke Observatorium Palomar di dekat San Diego. "Setelah beberapa tahun, aku belajar bagaimana cara menemukannya," katanya merendah. Ia menemukan 32 komet dan 367 asteroid. "Sebagian lebih menarik dari yang lain."
Pada 25 Maret 1993, Carolyn, Gene, dan David Levy, seorang astronom amatir, berada di Palomar pada jadwal pengamatan mereka. Salju turun dan sepertinya malam bakal panjang serta membosankan. Carolyn menghabiskan waktu dengan mempelajari sekumpulan film yang terlampau terang dari malam sebelumnya. Banyak di antara film itu yang tak berharga. Namun pada satu diantara foto-foto terakhir, ia menemukan sebuah noktah. “Aku bilang, nampaknya mirip sebuah komet yang penyek." Tim tersebut meminta para astronom di Kitt Peak untuk melihat. Lalu Carolyn memahami, komet penyeknya itu mungkin adalah sebuah komet yang pecah. Konfirmasi datang pada malam itu juga saat Kitt Peak melihat serentetan serpihan komet mengembara bersama. Tak lama kemudian, para astronom yang lain menghitung sekitar dua lusin pecahan dari komet Shoemaker-Levy 9 dan berhasil mengetahui sejarah dan nasibnya yang ganjil.
Pada Juli 1992, tampaknya, komet tersebut telah melintas begitu dekat dengan Yupiter sehingga gravitasi yang masif dari planet raksasa tersebut membuat komet pecah. Kini, kepingan-kepingan komet yang beberapa di antaranya punya lebar beberapa meter diyakini akan menabrak Yupiter pada Juli 1994. Ketika saatnya tiba, sebagian besar astronom di dunia menontonnya. Tumbukan-tumbukan tersebut terjadi di bagian Yupiter yang tak tampak dari Bumi, tetapi ledakannya mengirim gas superpanas yang membubung jauh di atas atmosfer. Tumbukan terbesar melepas gelombang kejut yang menyapu wilayah dengan ukuran setidaknya tiga kali luas Bumi. "Sungguh luar biasa," kata Carolyn. Keluarga Shoemaker menikmati kepopuleran temuan mereka. Kemudian tragedi menimpa. Tahun 1997 mobil yang mereka kendarai mengalami kecelakaan frontal di pedalaman Australia. Gene tewas di tempat. Sebagian abunya dibawa ke bulan dengan pesawat ruang angkasa Lunar Prospector NASA. Carolyn menyebar sisanya di Kawah Meteor.
Jika komet yang memakai nama Shoemaker atau monster yang membinasakan dinosaurus meluncur ke arah kita, hanya sedikit yang bisa kita lakukan. Bagaimanapun, untuk setiap penghancur planet, ada ribuan asteroid dan komet yang lebih kecil hingga satu setengah kilometer lebarnya––yang seharusnya dapat diubah arahnya. Pertama-tama kita harus melihat kedatangannya.
Pada tahun 1998 Kongres AS memerintahkan NASA untuk mengidentifikasi setidaknya 90 persen asteroid dan komet terbesar di tata surya bagian dalam objek yang berdiameter 900 meter atau lebih. Hingga kini, berbagai teleskop telah menunjukkan dengan akurat 700 lebih dari estimasi keseluruhan yang jumlahnya 1.000. Tahun 2005 Kongres lebih ambisius, menyuruh badan antariksa tersebut untuk melacak asteroid yang jumlahnya jauh lebih banyak, berdiameter 140 meter atau lebih masih cukup besar untuk menghancurkan sebuah kota atau negara bagian.
Sebuah teleskop baru akan segera mulai memindai angkasa mencari benda-benda redup yang sulit ditemukan ini. Dari sebuah puncak di Maui, Panoramic Survey Telescope dan Rapid Response System, atau Pan-STARRS, akan meneliti langit malam dengan kamera 1,4 miliar pixel yang menghasilkan gambar-gambar yang begitu detail hingga satu saja jika dicetak, akan menutup setengah lapangan basket. Komputer-komputer akan memindai data, menunjukkan keanehan statistik yang dapat diperiksa oleh para astronom lewat cara lama, dengan melihatnya. Teleskop Maui hanyalah sebuah prototipe; pada akhirnya, Pan-STARRS akan menambahkan deretan empat kamera. "Kami akan punya daftar segala misteri di langit malam," kata Ken Chambers dari University of Hawaii, termasuk mungkin 10.000 asteroid yang berpotensi membahayakan.
Dalam beberapa dekade, para pemimpin dunia mungkin terpaksa dihadapkan pada sebuah keputusan penting: apakah akan dan bagaimana cara membelokkan benda angkasa yang datang ke Bumi. Segelintir pakar memikirkan hal ini, kata astronom David Morrison dari Ames Research Center NASA: "Jumlahnya kurang lebih sama dengan jumlah dua shift pegawai di kedai McDonald's."
Lu, mantan astronaut, adalah salah satunya. Lu yang kini menjadi eksekutif di Google sedang membantu mendesain database masif untuk sebuah penerus Pan-STARRS, Large Synoptic Survey Telescope yang akan meneliti angkasa jauh lebih detail lagi mulai 2014. Lu adalah juga salah satu pencetus skema penggunaan pesawat ruang angkasa untuk membujuk asteroid yang mengarah ke Bumi agar keluar dari jalurnya yang berbahaya. "Awalnya kami berpikir tentang bagaimana caranya Anda mendarat di sebuah asteroid dan mendorongnya," katanya. "Tapi rencana itu tidak berjalan mulus." Jika permukaan asteroid mudah gugur, pesawat pendarat bisa tergelincir. Lagipula, asteroid bergulir di angkasa. "Jika kau mendorong benda yang berputar pada sumbunya, dorongan itu akan sia-sia," kata Lu. Lalu ia dan Stanley Love, seorang rekan astronaut, sadar bahwa menarik akan jauh lebih mudah. Sebuah pesawat ruang angkasa dapat melayang di dekat asteroid dan menyalakan roket-roket pendorongnya, perlahan menarik asteroid tersebut. Tak perlu menombak atau melaso. "Bukannya menggunakan tali antara Anda dan benda yang Anda tarik, Anda gunakan daya grafitasi," kata Lu.
"Traktor gravitasi" akan menarik asteroid keluar dari jalurnya sepersekian kilometer per jam. Namun perubahan kecil ini, diperbesar oleh luasnya ruang angkasa, berarti bisa menghindari Bumi puluhan ribu kilometer. Hanya asteroid selebar hingga beberapa ratus meter saja yang bisa ditangani jauh dari Bumi oleh skema Lu. Jika ada batu kecil yang menyelinap mendekati kita, kita bisa mencoba menghantamnya dengan pesawat ruang angkasa. Namun hal tersebut ada kekurangannya, kata Morrison: "Jika Anda menabrak sebuah asteroid dengan kekuatan yang cukup untuk memecahkannya, tapi tak cukup kuat untuk mengenyahkannya jauh-jauh, maka Anda kini punya sekumpulan benda terbang. Anda harus pertimbangkan segi praktisnya." Jika yang lain gagal, dan untuk asteroid serta komet besar, hanya satu strategi yang mungkin berhasil: kita harus menghancurkan mereka sama sekali.
Pohon fir berselimut es serta birch putih mengelompok di sepanjang jalan yang mengarah ke barat daya Yekaterinburg, kota di Pegunungan Ural tempat tsar terakhir Rusia Nicholas II serta keluarganya dibunuh 90 tahun silam. Di bawah temaram sinar Mentari, para nelayan mengerumuni lubang-lubang di danau beku, topi-topi bulu bertelinga lunglai menyembunyikan wajah mereka. Sebuah jalan dengan papan petunjuk yang salah ejaan mengenai sebuah desa kecil menandai cabang jalan ke kota Snezhinsk yang dulunya rahasia, berkode Chelyabinsk-70 selama Perang Dingin. Snezhinsk adalah tempat bagi satu dari dua laboratorium senjata nuklir utama Rusia. Setelah runtuhnya Uni Soviet, tempat ini terpuruk dalam masa sulit; sepuluh tahun lalu, dengan porak-porandanya ekonomi Rusia, gaji staf tidak bisa dibayar, dan direkturnya bunuh diri.
Kini, seiring makmurnya Rusia, laboratorium tersebut sibuk dengan proyek rahasia. Mendapatkan izin masuk ternyata tidak mungkin. Namun Vadim Simonenko, wakil direktur ilmiah dan pakar penguji Nikolay Voloshin setuju bertemu pada sebuah sanatorium di Dalnyaya Dacha yang tak jauh letaknya. Dalam ruang makan yang sejuk, temaram, dan sepi, Voloshin membuka sebotol cognac, dan sambil makan canapÈ salem, potongan daging dingin, dan irisan mentimun, kedua ilmuwan senjata tersebut mendiskusikan bagaimana bom mereka dapat menyelamatkan dunia.
Jika Edward Teller adalah bapak bom hidrogen, maka Simonenko adalah bapak bom asteroid. Pada pertengahan 1960-an, kedua negara adidaya bermimpi menggunakan persenjataan nuklir mereka untuk tujuan damai, seperti meratakan gunung serta menggali kanal. Simonenko, rekrutan baru di laboratorium Snezhinsk, diminta mempelajari dampak-dampak peluru berbentuk torpedo yang akan meledak secara lateral, yang cocok untuk memindahkan tanah. Ia sadar bahwa alat seperti itu juga bisa digunakan untuk melencengkan sebuah objek di ruang angkasa. Ia mengatakan hal tersebut pada pimpinannya. Namun dia ditertawai dan ahli fisika muda yang penuh semangat tersebut disuruh untuk kembali bekerja.
Meski ekskavasi nuklir tidak pernah jadi kenyataan, Simonenko tetap mempelajari pelencengan asteroid oleh nuklir. Ia dan Voloshin menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk melencengkan sebuah asteroid selebar hingga satu kilometer atau lebih adalah dengan jalan menyulut sebuah ledakan nuklir di dekatnya. Radiasi yang hebat akan membakar permukaan dan mengupas "lapisan batu yang dikorbankan", yaitu lapisan permukaan asteroid. Uap yang memuai akan berfungsi sebagai motor roket, mendorong asteroid ke lintasan barunya. Untuk batu kecil seukuran Tunguska, kata Simonenko, "akan lebih sederhana: Kami menguapkannya."
Simonenko memiliki rekan sejawat fisikawan nuklir David Dearborn dari Laboratorium Nasional Lawrence Livermore di California bagian utara. Pekerjaan utama Dearborn adalah menentukan apakah senjata-senjata yang menua dalam persediaan nuklir AS bisa diandalkan. Di waktu senggangnya, ia memikirkan pertahanan terhadap asteroid. Ia juga setuju dengan serangan nuklir terhadap objek ruang angkasa yang mengancam Bumi. Jangan terlalu dekat nanti ledakannya terlalu hebat dan asteroidnya akan pecah terlalu banyak. Juga jangan terlalu jauh, nanti energinya tidak cukup kuat."
Meski mungkin secara teknis masuk akal untuk memakai beberapa hulu ledak serta melontarkan mereka ke sebuah asteroid, menentukan jadi tidaknya menekan tombol merah (tombol untuk meledakkan bom nuklir) dan negara mana yang menekannya bisa persoalan pelik. Pertama, negara yang melakukannya harus mundur dulu dari Traktat Luar Angkasa (Outer Space Treaty) yang melarang penggunaan senjata nuklir di ruang angkasa. Namun jika malapetaka mengancam, kata Dearborn," Orang-orang benar-benar harus bertanya, "Bisakah nasib kita tak seperti dinosaurus?"
Apophis bisa menjadi ujian sungguhan yang pertama bagi kecerdasan kolektif kita. Untuk saat ini, para ilmuwan hanya bisa memberi sederet kemungkinan akan lintasan Apophis di masa depan. Saat Apophis meluncur melintasi Bumi pada 2029, bersembunyi dari lusinan satelit komunikasi dan pengintai yang terbang tinggi serta tampak bagai sebuah bintang terang yang bergerak lamban di langit malam Eropa, ada kemungkinan kecil Apophis akan lolos lewat "lubang kunci", area di mana meteor dapat lewat dan masuk dalam tarikan gravitasi Bumi. Dalam koridor sempit angkasa, mungkin beberapa ratus meter lebarnya, gravitasi Bumi akan melencengkan asteroid, cukup untuk meletakkannya dalam lintasan tertentu yang akan mengakibatkan tabrakan dengan planet kita pada perlintasan berikutnya di tahun 2036. Kemungkinan Apophis akan lewat melalui koridor fatal ini kini diperkirakan 1 banding 45.000. Penyusuran jejak yang berlanjut hampir dipastikan akan mengirim sinyal aman untuk beberapa tahun dari sekarang. Jika tidak, kita mungkin harus menunggu hingga beberapa-minggu setelah komet Apophis mendekat pada 2029 untuk mempelajari apakah Apophis telah memasuki lubang kunci, menyisakan kita sedikit waktu yang berharga untuk menghindari bencana di tahun 2036.
Dalam ramalan suku Indian Hopi di Barat daya Amerika, kedatangan ruh bernama Bintang Kuning Kachina akan menandakan kiamat. Saat para tetua suku Hopi mendengar tentang Apophis pada 2004, mereka khawatir bahwa Bintang Kuning Kachina sudah dalam perjalanannya. Carolyn Shoemaker berusaha meyakinkan mereka bahwa itu bukanlah Kachina. Mari berharap semoga Carolyn benar.
Tak lama selepas pukul 9 malam pada 18 Juni 2004, begitu keremangan senja menghilang dari Observatorium Nasional Kitt Peak di Arizona, David Tholen memindai asteroid-asteroid di titik buta astronomis: tepat di dalam orbit Bumi, di mana kilau Mentari bisa membanjiri teleskop. Tholen, astronom dari University of Hawaii, tahu bahwa benda-benda yang bersembunyi di sana sewaktu-waktu bisa melenceng ke Bumi. Dia mengikutsertakan Roy Tucker, seorang insinyur sekaligus teman, serta Fabrizio Bernardi, kolega muda di Hawaii, untuk membantu. Saat mereka menatap komputer, tiga foto dari bidang langit yang sama, yang dibuat tiap beberapa menit sekali muncul berurutan di monitor. "Ini dia yang ditunggu-tunggu," kata Tucker, menunjuk segumpal pixel putih yang posisinya berubah dari satu citra hingga citra yang lain.
Pada ulang tahun ke-100 Tunguska, adalah menggelisahkan untuk mencatat bahwa benda-benda seukuran itu jatuh ke Bumi tiap sekitar beberapa abad sekali. Saat hantaman meteor yang mengakibatkan malapetaka terjadi lagi, hal itu mungkin akan terjadi dengan tiba-tiba. Sebagian besar benda berukuran agak kecil yang mampu menghapus sebuah kota dari peta tersebut belum tampak di layar radar kita. "Ketidaktahuan adalah berkah, dalam artian jika Anda tidak tahu akan benda-benda ini, Anda bisa menjalani hidup dengan tenang," kata Lu. Namun pada dekade mendatang, berbagai survei angkasa seperti yang dilakukan Tholen semestinya mulai mengisi ketidaktahuan tersebut, mendata asteroid hingga dalam jumlah ribuan. "Tiap beberapa pekan," kata Lu, "kami akan menemukan asteroid yang lain yang dapat menghantam Bumi dalam satu per 1.000 kemungkinan."
Tujuan survei bukan hanya meramal tanggal dan waktu dari sebuah bencana yang mungkin terjadi. Tujuannya adalah untuk mencegah malapetaka jauh-jauh hari. Lewat peringatan selama tahunan atau puluhan tahun, sebuah pesawat ruang angkasa dengan menggunakan gaya grafitasi mininya mungkin dapat menggeser arah sebuah asteroid yang mengancam. Untuk benda yang perlu dibelokkan lebih banyak, pesawat ruang angkasa kamikaze atau bom nuklir mungkin bisa digunakan. Berbagai dilema yang sulit menggelayuti misi ruang angkasa ini. Bagaimana pemerintah akan bertindak? "Ini adalah jenis masalah yang belum siap dihadapi dunia," kata fisikawan David Dearborn, penganjur serangan nuklir terhadap asteroid yang datang. Dua fakta yang jelas: Entah dalam 10 atau 500 tahun, sebuah tabrakan dengan Bumi pasti terjadi. Yang membesarkan hati, untuk pertama kalinya kita punya cara dalam mencegah bencana alam berskala raksasa.
Tiap hari, lusinan ton kepingan dari angkasa luar debu dari komet, serpihan kecil asteroid terbakar di atmosfer lapisan atas Bumi, meninggalkan jejak-jejak meteor yang benderang di malam hari. Biasanya, sebongkah dua bongkah batu atau logam, seukuran kepalan tangan atau lebih, tidak benar-benar habis terbakar saat terjun di atmosfer. Namun demikian, kemungkinan menyaksikan sebuah meteorit menghantam permukaan tanah, apalagi kejadian tertimpa meteorit, amat sangat kecil. Hanya satu meteorit yang diketahui menimpa orang. Sekitar pukul 1 siang tanggal 30 November 1954, sebuah meteorit jatuh merobek atap rumah yang berseberangan jalan dengan sebuah teater Drive-in bernama Comet, di dekat kota kecil Sylacauga Alabama. Batu yang kurang lebih seukuran bola softball itu terpental dari radio kabinet (console radio) dan mengenai Ann Hodges saat ia tertidur di sofa, membuat pinggul kiri dan pergelangannya memar. Ia pun dirawat di rumah sakit agar pulih dari goncangan.
Sejak itu, terjadi beberapa kali peristiwa spektakuler, asteroid dan meteor melintas begitu dekat dengan Bumi. Pada 10 Agustus 1972, sebuah objek dengan lebar sekitar 4,5 meter dan berbobot 150 ton meluncur di atmosfer lapisan luar. Ratusan saksi mata melihat guratan bercahaya, berkilau di senja yang terang saat benda itu melintasi langit dari Utah ke Alberta sebelum kembali mendesing ke ruang angkasa. Pada 22 Maret 1989, sebuah batu dengan lebar 305 meter mendekat hingga beberapa ratus ribu kilometer dari Bumi benar-benar nyaris jadi bencana.
Erosi serta vegetasi telah menghapus sebagian besar parut Bumi akibat tumbukan di masa lalu geologi. Mungkin yang paling terjaga kondisinya berada sekitar setengah jam ke arah timur Flagstaff, Arizona. Pada suatu pagi di akhir musim gugur, Carolyn Shoemaker dan aku melaju di jalan raya Interstate 40 dan berkelok-kelok melewati gurun bersemak belukar menuju ke tanggul rendah yang menjadi tanda sebuah bibir kawah. Lima puluh ribu tahun lalu, ini adalah dataran berhutan yang didiami mamut, sloth (binatang mirip kungkang) tanah raksasa, serta satwa Zaman Es lainnya. Shoemaker yang merupakan pakar asteroid dari Observatorium Lowell di Flagstaff membayangkan saat-saat ketika langit runtuh. "Tiba-tiba, ada cahaya yang amat kemilau," katanya. Dalam sekejap, massa besi-nikel yang teramat panas, 45 meter lebarnya dengan berat 300.000 ton, tercabik-cabik di batuan sedimen Coconino, menyempalkan bongkahan-bongkahan batu dan besi meleleh hingga berkilo-kilometer. Empasan angin yang lebih kuat dari tornado manapun di Bumi menyapu lanskap tersebut.
Kini, yang tersisa dari bencana alam tersebut adalah sebuah jurang selebar 1,2 kilometer dengan dalam 228 meter dan di tepinya ditumbuhi semak teh Mormon. Di peralihan abad ke-20, seorang insinyur bernama Daniel Moreau Barringer yakin bahwa sebuah meteorit besi raksasa tergeletak di bawah kawah tersebut dan dia mendapatkan hak menambang kawasan itu. Namun setelah beberapa galian terowongan tidak mengungkap apapun, banyak geolog terkemuka menyimpulkan bahwa sebuah ledakan vulkanik, bukan meteorit, yang membentuk kawah tersebut. Suami Carolyn, Gene, menjadikan kawah meteor sebagai salah satu landmark Amerika paling dikenal. Di akhir 1950-an, ia memetakan batu yang hancur di sekeliling kawah dan menunjukkan kesamaan-kesamaannya dengan kawah Teapot Ess di Nevada yang terbentuk oleh sebuah percobaan nuklir.
Data milik Barringer menunjukkan bahwa dirinya benar: Sebuah meteoritlah yang membentuk kawah tersebut, meski sebagian besar besinya telah meleleh jadi butiran-butiran kecil. Beberapa terowongan Barringer masih dapat dilihat dari bibir kawah, juga sebuah potongan karton yang menggambarkan astronaut melambaikan tangan dalam ukuran yang sesungguhnya—untuk menghormati NASA yang pernah menggunakan kawah tersebut sebagai lokasi latihan. Beberapa pengunjung berbisik dan menunjuk Carolyn, dan seorang pria memberanikan diri mendekat dan meminta tanda tangannya. Carolyn pantas menjadi terkenal. Ia menemukan sebuah komet yang pada tahun 1994 dengan jelas menunjukkan ancaman kosmis yang kita hadapi.
Tahun 1980, anak-anak mereka tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah, Gene mengusulkan agar Carolyn memulai karir sebagai pemburu komet. "Aku tipe orang pagi," katanya. "Seumur hidup aku belum pernah begadang semalam suntuk. Aku tak tak tahu apa bisa melakukannya." Namun ia mencoba untuk menjadi pemburu asteroid. Gene punya akses ke Observatorium Palomar di dekat San Diego. "Setelah beberapa tahun, aku belajar bagaimana cara menemukannya," katanya merendah. Ia menemukan 32 komet dan 367 asteroid. "Sebagian lebih menarik dari yang lain."
Pada 25 Maret 1993, Carolyn, Gene, dan David Levy, seorang astronom amatir, berada di Palomar pada jadwal pengamatan mereka. Salju turun dan sepertinya malam bakal panjang serta membosankan. Carolyn menghabiskan waktu dengan mempelajari sekumpulan film yang terlampau terang dari malam sebelumnya. Banyak di antara film itu yang tak berharga. Namun pada satu diantara foto-foto terakhir, ia menemukan sebuah noktah. “Aku bilang, nampaknya mirip sebuah komet yang penyek." Tim tersebut meminta para astronom di Kitt Peak untuk melihat. Lalu Carolyn memahami, komet penyeknya itu mungkin adalah sebuah komet yang pecah. Konfirmasi datang pada malam itu juga saat Kitt Peak melihat serentetan serpihan komet mengembara bersama. Tak lama kemudian, para astronom yang lain menghitung sekitar dua lusin pecahan dari komet Shoemaker-Levy 9 dan berhasil mengetahui sejarah dan nasibnya yang ganjil.
Pada Juli 1992, tampaknya, komet tersebut telah melintas begitu dekat dengan Yupiter sehingga gravitasi yang masif dari planet raksasa tersebut membuat komet pecah. Kini, kepingan-kepingan komet yang beberapa di antaranya punya lebar beberapa meter diyakini akan menabrak Yupiter pada Juli 1994. Ketika saatnya tiba, sebagian besar astronom di dunia menontonnya. Tumbukan-tumbukan tersebut terjadi di bagian Yupiter yang tak tampak dari Bumi, tetapi ledakannya mengirim gas superpanas yang membubung jauh di atas atmosfer. Tumbukan terbesar melepas gelombang kejut yang menyapu wilayah dengan ukuran setidaknya tiga kali luas Bumi. "Sungguh luar biasa," kata Carolyn. Keluarga Shoemaker menikmati kepopuleran temuan mereka. Kemudian tragedi menimpa. Tahun 1997 mobil yang mereka kendarai mengalami kecelakaan frontal di pedalaman Australia. Gene tewas di tempat. Sebagian abunya dibawa ke bulan dengan pesawat ruang angkasa Lunar Prospector NASA. Carolyn menyebar sisanya di Kawah Meteor.
Jika komet yang memakai nama Shoemaker atau monster yang membinasakan dinosaurus meluncur ke arah kita, hanya sedikit yang bisa kita lakukan. Bagaimanapun, untuk setiap penghancur planet, ada ribuan asteroid dan komet yang lebih kecil hingga satu setengah kilometer lebarnya––yang seharusnya dapat diubah arahnya. Pertama-tama kita harus melihat kedatangannya.
Pada tahun 1998 Kongres AS memerintahkan NASA untuk mengidentifikasi setidaknya 90 persen asteroid dan komet terbesar di tata surya bagian dalam objek yang berdiameter 900 meter atau lebih. Hingga kini, berbagai teleskop telah menunjukkan dengan akurat 700 lebih dari estimasi keseluruhan yang jumlahnya 1.000. Tahun 2005 Kongres lebih ambisius, menyuruh badan antariksa tersebut untuk melacak asteroid yang jumlahnya jauh lebih banyak, berdiameter 140 meter atau lebih masih cukup besar untuk menghancurkan sebuah kota atau negara bagian.
Sebuah teleskop baru akan segera mulai memindai angkasa mencari benda-benda redup yang sulit ditemukan ini. Dari sebuah puncak di Maui, Panoramic Survey Telescope dan Rapid Response System, atau Pan-STARRS, akan meneliti langit malam dengan kamera 1,4 miliar pixel yang menghasilkan gambar-gambar yang begitu detail hingga satu saja jika dicetak, akan menutup setengah lapangan basket. Komputer-komputer akan memindai data, menunjukkan keanehan statistik yang dapat diperiksa oleh para astronom lewat cara lama, dengan melihatnya. Teleskop Maui hanyalah sebuah prototipe; pada akhirnya, Pan-STARRS akan menambahkan deretan empat kamera. "Kami akan punya daftar segala misteri di langit malam," kata Ken Chambers dari University of Hawaii, termasuk mungkin 10.000 asteroid yang berpotensi membahayakan.
Dalam beberapa dekade, para pemimpin dunia mungkin terpaksa dihadapkan pada sebuah keputusan penting: apakah akan dan bagaimana cara membelokkan benda angkasa yang datang ke Bumi. Segelintir pakar memikirkan hal ini, kata astronom David Morrison dari Ames Research Center NASA: "Jumlahnya kurang lebih sama dengan jumlah dua shift pegawai di kedai McDonald's."
Lu, mantan astronaut, adalah salah satunya. Lu yang kini menjadi eksekutif di Google sedang membantu mendesain database masif untuk sebuah penerus Pan-STARRS, Large Synoptic Survey Telescope yang akan meneliti angkasa jauh lebih detail lagi mulai 2014. Lu adalah juga salah satu pencetus skema penggunaan pesawat ruang angkasa untuk membujuk asteroid yang mengarah ke Bumi agar keluar dari jalurnya yang berbahaya. "Awalnya kami berpikir tentang bagaimana caranya Anda mendarat di sebuah asteroid dan mendorongnya," katanya. "Tapi rencana itu tidak berjalan mulus." Jika permukaan asteroid mudah gugur, pesawat pendarat bisa tergelincir. Lagipula, asteroid bergulir di angkasa. "Jika kau mendorong benda yang berputar pada sumbunya, dorongan itu akan sia-sia," kata Lu. Lalu ia dan Stanley Love, seorang rekan astronaut, sadar bahwa menarik akan jauh lebih mudah. Sebuah pesawat ruang angkasa dapat melayang di dekat asteroid dan menyalakan roket-roket pendorongnya, perlahan menarik asteroid tersebut. Tak perlu menombak atau melaso. "Bukannya menggunakan tali antara Anda dan benda yang Anda tarik, Anda gunakan daya grafitasi," kata Lu.
"Traktor gravitasi" akan menarik asteroid keluar dari jalurnya sepersekian kilometer per jam. Namun perubahan kecil ini, diperbesar oleh luasnya ruang angkasa, berarti bisa menghindari Bumi puluhan ribu kilometer. Hanya asteroid selebar hingga beberapa ratus meter saja yang bisa ditangani jauh dari Bumi oleh skema Lu. Jika ada batu kecil yang menyelinap mendekati kita, kita bisa mencoba menghantamnya dengan pesawat ruang angkasa. Namun hal tersebut ada kekurangannya, kata Morrison: "Jika Anda menabrak sebuah asteroid dengan kekuatan yang cukup untuk memecahkannya, tapi tak cukup kuat untuk mengenyahkannya jauh-jauh, maka Anda kini punya sekumpulan benda terbang. Anda harus pertimbangkan segi praktisnya." Jika yang lain gagal, dan untuk asteroid serta komet besar, hanya satu strategi yang mungkin berhasil: kita harus menghancurkan mereka sama sekali.
Pohon fir berselimut es serta birch putih mengelompok di sepanjang jalan yang mengarah ke barat daya Yekaterinburg, kota di Pegunungan Ural tempat tsar terakhir Rusia Nicholas II serta keluarganya dibunuh 90 tahun silam. Di bawah temaram sinar Mentari, para nelayan mengerumuni lubang-lubang di danau beku, topi-topi bulu bertelinga lunglai menyembunyikan wajah mereka. Sebuah jalan dengan papan petunjuk yang salah ejaan mengenai sebuah desa kecil menandai cabang jalan ke kota Snezhinsk yang dulunya rahasia, berkode Chelyabinsk-70 selama Perang Dingin. Snezhinsk adalah tempat bagi satu dari dua laboratorium senjata nuklir utama Rusia. Setelah runtuhnya Uni Soviet, tempat ini terpuruk dalam masa sulit; sepuluh tahun lalu, dengan porak-porandanya ekonomi Rusia, gaji staf tidak bisa dibayar, dan direkturnya bunuh diri.
Kini, seiring makmurnya Rusia, laboratorium tersebut sibuk dengan proyek rahasia. Mendapatkan izin masuk ternyata tidak mungkin. Namun Vadim Simonenko, wakil direktur ilmiah dan pakar penguji Nikolay Voloshin setuju bertemu pada sebuah sanatorium di Dalnyaya Dacha yang tak jauh letaknya. Dalam ruang makan yang sejuk, temaram, dan sepi, Voloshin membuka sebotol cognac, dan sambil makan canapÈ salem, potongan daging dingin, dan irisan mentimun, kedua ilmuwan senjata tersebut mendiskusikan bagaimana bom mereka dapat menyelamatkan dunia.
Jika Edward Teller adalah bapak bom hidrogen, maka Simonenko adalah bapak bom asteroid. Pada pertengahan 1960-an, kedua negara adidaya bermimpi menggunakan persenjataan nuklir mereka untuk tujuan damai, seperti meratakan gunung serta menggali kanal. Simonenko, rekrutan baru di laboratorium Snezhinsk, diminta mempelajari dampak-dampak peluru berbentuk torpedo yang akan meledak secara lateral, yang cocok untuk memindahkan tanah. Ia sadar bahwa alat seperti itu juga bisa digunakan untuk melencengkan sebuah objek di ruang angkasa. Ia mengatakan hal tersebut pada pimpinannya. Namun dia ditertawai dan ahli fisika muda yang penuh semangat tersebut disuruh untuk kembali bekerja.
Meski ekskavasi nuklir tidak pernah jadi kenyataan, Simonenko tetap mempelajari pelencengan asteroid oleh nuklir. Ia dan Voloshin menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk melencengkan sebuah asteroid selebar hingga satu kilometer atau lebih adalah dengan jalan menyulut sebuah ledakan nuklir di dekatnya. Radiasi yang hebat akan membakar permukaan dan mengupas "lapisan batu yang dikorbankan", yaitu lapisan permukaan asteroid. Uap yang memuai akan berfungsi sebagai motor roket, mendorong asteroid ke lintasan barunya. Untuk batu kecil seukuran Tunguska, kata Simonenko, "akan lebih sederhana: Kami menguapkannya."
Simonenko memiliki rekan sejawat fisikawan nuklir David Dearborn dari Laboratorium Nasional Lawrence Livermore di California bagian utara. Pekerjaan utama Dearborn adalah menentukan apakah senjata-senjata yang menua dalam persediaan nuklir AS bisa diandalkan. Di waktu senggangnya, ia memikirkan pertahanan terhadap asteroid. Ia juga setuju dengan serangan nuklir terhadap objek ruang angkasa yang mengancam Bumi. Jangan terlalu dekat nanti ledakannya terlalu hebat dan asteroidnya akan pecah terlalu banyak. Juga jangan terlalu jauh, nanti energinya tidak cukup kuat."
Meski mungkin secara teknis masuk akal untuk memakai beberapa hulu ledak serta melontarkan mereka ke sebuah asteroid, menentukan jadi tidaknya menekan tombol merah (tombol untuk meledakkan bom nuklir) dan negara mana yang menekannya bisa persoalan pelik. Pertama, negara yang melakukannya harus mundur dulu dari Traktat Luar Angkasa (Outer Space Treaty) yang melarang penggunaan senjata nuklir di ruang angkasa. Namun jika malapetaka mengancam, kata Dearborn," Orang-orang benar-benar harus bertanya, "Bisakah nasib kita tak seperti dinosaurus?"
Apophis bisa menjadi ujian sungguhan yang pertama bagi kecerdasan kolektif kita. Untuk saat ini, para ilmuwan hanya bisa memberi sederet kemungkinan akan lintasan Apophis di masa depan. Saat Apophis meluncur melintasi Bumi pada 2029, bersembunyi dari lusinan satelit komunikasi dan pengintai yang terbang tinggi serta tampak bagai sebuah bintang terang yang bergerak lamban di langit malam Eropa, ada kemungkinan kecil Apophis akan lolos lewat "lubang kunci", area di mana meteor dapat lewat dan masuk dalam tarikan gravitasi Bumi. Dalam koridor sempit angkasa, mungkin beberapa ratus meter lebarnya, gravitasi Bumi akan melencengkan asteroid, cukup untuk meletakkannya dalam lintasan tertentu yang akan mengakibatkan tabrakan dengan planet kita pada perlintasan berikutnya di tahun 2036. Kemungkinan Apophis akan lewat melalui koridor fatal ini kini diperkirakan 1 banding 45.000. Penyusuran jejak yang berlanjut hampir dipastikan akan mengirim sinyal aman untuk beberapa tahun dari sekarang. Jika tidak, kita mungkin harus menunggu hingga beberapa-minggu setelah komet Apophis mendekat pada 2029 untuk mempelajari apakah Apophis telah memasuki lubang kunci, menyisakan kita sedikit waktu yang berharga untuk menghindari bencana di tahun 2036.
Dalam ramalan suku Indian Hopi di Barat daya Amerika, kedatangan ruh bernama Bintang Kuning Kachina akan menandakan kiamat. Saat para tetua suku Hopi mendengar tentang Apophis pada 2004, mereka khawatir bahwa Bintang Kuning Kachina sudah dalam perjalanannya. Carolyn Shoemaker berusaha meyakinkan mereka bahwa itu bukanlah Kachina. Mari berharap semoga Carolyn benar.
0 comments:
Post a Comment